Create your own at MyNiceProfile.com

Minggu, 09 November 2014

MEMBUAT KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT PENAMPUNGAN 2

PENANGGULANGAN SAMPAH ORGANIK DAN ANORGANIK




Dampak dari semakin bertambahnya tingkat konsumsi dimasyarakat serta aktivitas lainnya maka bertambah pula limbah yang dihasilkan setiap harinya. Limbah yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat disebut limbah domestik atau sampah. Limbah tersebut menjadi permasalahan lingkungan karena kualitas maupun tingkat bahayanya mengganggu kehidupan makhluk hidup lainnya terutama manusia.Selain itu, industri besar yang berdiri serta kehidupan masyarakat yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Mulailah timbul tumpukan limbah atau pun sampah yang tidak dibuang sebagaimana mestinya. Hal ini akan menimbulkan dampak pada kehidupan manusia di bumi yang menjadi tidak sehat sehingga menurunkan kualitas kehidupan terutama pada lingkungan sekitar. Untuk itulah diperlukan penanganan yang tepat dalam pengolahan limbah-limbah indusrti maupun limbah rumah tangga. Limbah atau sampah adalah bahan buangan sebagai dampak dari eksploitasi lingkungan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut golongannya sampah terbagi empat kelompok, yaitu:
Macam-macam limbah antara lain:
Limbah organik adalah limbah yang berasal dari makhluk hidup.
Limbah anorganik adalah limbah yang berasal bukan dari makhluk hidup. Limbah organik ini memerlukan waktu yang lama atau bahkan tidak dapat terdegradasi secara alami. Beberapa limbah anorganik diantaranya plastik, kaleng, dan bahan gelas atau beling.



Sampah atau limbah yang kita hasilkan setiap hari, biasanya kita buang begitu saja tanpa kita pilah-pilah. Hal ini mungkin karena kita tidak tahu atau mungkin tidak mau tahu bahwa sampah tersebut dapat kita pilah-pilahkan menjadi limbah organik dan anorganik yang dapat kita manfaatkan menjadi barang yang berguna.
Beberapa akibat yang ditimbulkan limbah antara lain:
Lingkungan menjadi terlihat kumuh, dan kotor. Ini akan menjadi tempat yang subur bagi organisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia, sehingga limbah berpotensi sebagai sumber penyebar penyakit.
Sampah yang membusuk menimbulkan  bau yang tidak sedap dan berbahaya bagi kesehatan. Air yang dikeluarkan juga dapat menimbulkan pencemaran sumur, sungai maupun air tanah.
Sampah yang tercecer tidak pada tempatnya dapat menyumbat saluran drainase sehingga menimbulkan bahaya banjir.
Pengumpulan sampah dalam jumlah besar memerlukan tempat yang luas, tertutup dan jauh dari pemukiman.
Cara Penanganan Limbah
Sanitary Landfill
Merupakan salah satu metode pengolahan sampah terkontrol dengan sistem sanitasi yang baik.Sampah dibuang disuatu tempat, kemudian dipadatkan dengan traktor.Selanjutnya sampah ditutup tanah.Pada bagian dasar tempat tersebut dilengkapi sistem saluran yang berfungsi sebagai saluran limbah cair sampah yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai.Pada sanitary landfill juga dipasang pipa gas untuk mengalirkan gas hasil aktivitas hasil penguraian sampah.Cara ini sangat menguntungkan karena menghilangkan polusi udara.
Pembakaran sampah (incineration)
Sampah padat dibakar didalam insinerator.Hasil pembakaran adalah gas dan residu pembakaran.Penurunan volume sampah padatmencapai 70%.
Penghancuran (pulverization)
Penghancuran sampah dilakukan di dalam mobil pengumpulan sampah yang telah dilengkapi dengan alat pelumat sampah.Sampah langsung dihancurkan menjadi potongan-potongan kecil yang dapat dimanfaatkan untuk menimbun tanah yang letaknya rendah.
Pemanfaatan Limbah
Salah satu pemanfaatan limbah anorganik adalah dengan cara proses daur ulang (recycle). Daur ulang merupakan upaya untuk mengolah barang atau benda yang sudah tidak dipakai agar dapat dipakai kembali. Beberapa limbah anorganik yang dapat dimanfaatkan melalui proses daur ulang misalnya plastik, gelas, logam, dan kertas.
Limbah plastik
Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia.Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifatthermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuklain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakan kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah plastik yang bersifat thermoplastic.
Limbah plastik biasanya digunakan sebagai pembungkus barang.Plastik juga digunakan sebagai perabotan rumah tangga seperti ember, piring, gelas, dan sebagainya.Keunggulan barang-barang yang terbuat dari plastik yaitu tidak berkarat dan tahan lama.Banyaknya pemanfaatan plastik berdampak pada banyaknya sampah plastik.Pada hal untuk hancur secara alami jika dikuburdalam tanah memerlukan waktu yang sangat lama. Cobalah kalian kubur sampah plastik selama beberapa bulan, kemudian gali lagi penutup tanahnya dapat dipastikan bahwa plastik tersebut akan tetap utuh. Hal ini disebabkan karena plastik mempunyai sifat-sifat tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan.
Plastik merupakan bahan anorganik buatan yang tersusun dari bahan-bahan kimia yang cukup berbahaya bagi lingkungan.Limbah plastik sangatlah sulit untuk diuraikan secara alami.Untuk menguraikan sampah plastik itu sendiri membutuhkan kurang lebih 80 tahun agar dapat terdegradasi secara sempurna.Oleh karena itu penggunaan bahan plastik dapat dikatakan tidak bersahabat atau pun konservatif bagi lingkungan apabila digunakan tanpa menggunakan batasan tertentu.Sedangkan didalam kehidupan sehari-hari, khususnya kita yang berada di Indonesia, penggunaan bahan plastik bisa kita temukan di hampir seluruh aktivitas hidup kita.Pada hal apabila kita sadar, kita mampu berbuat lebih untuk hal ini yaitu dengan menggunakan kembali (reuse) kantung plastik yang kita simpan di rumah.Dengan demikian secara tidak langsung kita telah mengurangi limbah plastik yang dapat terbuang percuma setelah digunakan (reduce), atau bahkan lebih bagus lagi jika kita dapat mendaur ulang plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle).Bayangkan saja jika kita berbelanja makanan diwarung tiga kali sehari berarti dalam satu bulan satu orang dapat menggunakan 90 kantung plastik yang sering kali dibuang begitu saja. Jika setengah penduduk Indonesia melakukan hal itu maka akan terkumpul 90×125 juta=11250 juta kantung plastik yang mencemari lingkungan. Berbeda jika kondisi berjalan sebaliknya yaitu dengan penghematan kita dapat menekan hingga nyaris 90% dari total sampah yang terbuang percuma. Namun fenomena yang terjadi adalah penduduk Indonesia yang masih malu jika membawa kantung plastik kemana-mana. Untuk informasi saja bahwa di supermarket negara China, setiap pengunjung diwajibkan membawa kantung plastik sendiri dan apabila tidak membawa maka akan dikenakan biaya tambahan atas plastik yang dikeluarkan pihak supermarket.
Upaya untuk Memanfaatkan Limbah Plastik
Upaya yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan limbah plastik untuk didaur ulang menjadi barang yang sama fungsinya dengan fungsi semula maupun digunakan untuk fungsi yang berbeda dan dengan memanfaatkan kembali barang tersebut (reuse). Misalnya ember plastik bekas dapat didaur ulang dan hasil daur ulangnya setelah dihancurkan dapat berupa ember kembali atau dibuat produk lian seperti sendok plastik, tempat sampah, atau pot bunga. Plastik dari bekas makanan ringan atau sabun deterjen dapat didaur ulang menjadi kerajinan misalnya kantong, dompet, tas laptop, tas belanja, sandal, atau paying. Botol bekas minuman bisa dimanfaatkan untuk membuat mainan anak-anak.Sedotan minuman dapat dibuat bunga-bungaan, bingkai foto, taplak meja, hiasan dinding atau hiasan-hiasan lainnya.
Di Indonesia umumnya limbah plastik dari rumah tangga dimanfaatkan dengan cara pemakaian ulang. Sebagai contoh, wadah cat dan ember yang sudah tidak terpakai bisa digunakan sebagai pot bunga atau untuk menanam tanaman bonsai, cabe, tomat, dan semacamnya yang memungkinkan untuk ditanam dalam wadah kecil.Tas kresek juga bisa disimpan dengan rapi yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan lagi untuk wadah dalam berbelanja.
Cara diatas mungkin dirasa kurang memberi manfaat yang signifikan dalam mengurangi produksi plastik, karena perkembangan teknologi semakin mendorong meningkatnya konsumsi plastik oleh masyarakat dengan alasan kepraktisan. Lagi pula hanya sedikit orang yang peduli dengan banyaknya konsumsi plastik per harinya, serta akibat apa yang muncul dengan banyaknya konsumsi plastik tersebut. Selain itu, pemakaian kembali sampah plastik juga memungkinkan terjadinya penyalahgunaan.Misalkan saja plastik yang digunakan untuk produk tertentu memungkinkan dipakai oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memalsukan produk.
Pemakaian kembali sampah plastik seperti di atas biasanya memang hanya dilakukan oleh rumah tangga. Sedangkan rumah tangga industri biasanya memanfaatkan kembali sampah plastik dengan cara daur ulang (recycle). Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik harus diproses melalui tahapan sederhana yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya.Mengurangi terjadinya limbah rumah tangga maupun industri tidak harus dimulai dari yang besar.Akan tetapi, memulai dari kita sendiri dengan mulai peduli terhadap lingkungan di sekitar kita.

Kesimpulan
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah) limbah itu sendiri pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah sebagai hasil dari suatu kegiatan yang dapat merusak stabilitas ekosistem, mencemari lingkungan serta memberi kehidupan bagi kuman-kuman penyebab penyakit. Untuk itulah diperlukan pengolahan atau daur ulang limbah sebagai cara untuk mengurangi resiko pencemaran  lingkungan.
Saran
Pengolahan limbah untuk saat ini memerlukan perhatian khusus karena semakin banyaknya volume limbah di lingkungan sekitar semakin terus bertambah setiap harinya. Dengan pengolahan limbah diharapkan lingkungan sekitar bisa tetap alami tidak tercemar oleh limbah.
Limbah rumah tangga yang berjenis anorganik diharap mampu diolah kembali meskipun dengan sederhana. Serta menerapkan penempatan limbah sesuai jenisnya, apakah limbah organik atau anorganik agar lebih mudah mendaur ulang.

Terima Kasih Sumber :

http://alanpradikayudha1992.blogspot.com

Melakukan Pemilihan Komposisi dan Mesinn Pengatur Limbahnya.

Pengolahan Limbah Tahu-Tempe Melalui Proses Biofilter Anaerob Dan Aerob


Tahu dan tempe merupakan makanan yang digemari masyarakat, baik masyarakat kalangan bawah hingga atas. Keberadaannya sudah lama diakui sebagai makanan yang sehat, bergizi dan harganya murah. Hampir ditiap kota di Indonesia dijumpai industri tahu dan tempe. umumnya industri tahu dan tempe termasuk ke dalam industri kecil yang dikelola oleh rakyat dan beberapa di antaranya masuk dalam wadah Koperasi Pengusaha Tahu dan Tempe (KOPTI).
           Proses pembuatan tahu dan tempe masih sangat tradisional dan banyak memakai tenaga manusia. Bahan baku utama yang digunakan adalah kedelai (Glycine spp). Konsumsi kedelai Indonesia pada Tahun 1995 telah mencapai 2.287.317 Ton (Sri Utami, 1997). Sarwono (1989) menyatakan bahwa lebih dari separuh konsumsi kedelai Indonesia dipergunakan untuk diolah menjadi tempe dan tahu. Shurtleff dan Aoyagi (1979) memperkirakan jumlah pengusaha tahu di Indonesia sekitar 10.000 buah, yang sebagian besar masih berskala rumah tangga, dan terutama terpusat di Pulau Jawa, sebagai bandingan di Jepang sekitar 38 000 buah, di Korea 1 470 buah, Taiwan 2 500 buah dan Cina 158 000 buah.
           Air banyak digunakan sebagai bahan pencuci dan merebus kedelai untuk proses produksinya. Akibat dari besarnya pemakaian air pada proses pembuatan tahu dan tempe, limbah yang dihasilkan juga cukup besar. Sebagai contoh limbah industri tahu tempe di Semanan, Jakarta Barat kandungan BOD 5 mencapai 1 324 mg/l, COD 6698 mg/l, NH 4 84,4 mg/l, nitrat 1,76 mg/l dan nitrit 0,17 mg/l (Prakarindo Buana, 1996). Jika ditinjau dari Kep-03/MENKLH/11/1991 tentang baku mutu limbah cair, maka industri tahu dan tempe memerlukan pengolahan limbah.
           Pada saat ini sebagian besar industri tahu tempe masih merupakan industri kecil skala rumah tangga yang tidak dilengkapi dengan unit pengolah air limbah, sedangkan industri tahu dan tempe yang dikelola koperasi beberapa diantaranya telah memiliki unit pengolah limbah. Unit pengolah limbah yang ada umumnya menggunakan sistem anaerobik dengan efisiensi pengolahan 60-90%. Dengan sistem pengolah limbah yang ada, maka limbah yang dibuang ke peraian kadar zat organiknya (BOD) masih terlampau tinggi yakni sekitar 400 – 1 400 mg/l. Untuk itu perlu dilakukan proses pengolahan lanjut agar kandungan zat organik di dalan air limbah memenuhi standar air buangan yang boleh dibuang ke saluran umum.

    Industri tahu dan tempe merupakan industri kecil yang banyak tersebar di kota-kota besar dan kecil. Tempe dan tahu merupakan makanan yang digemari oleh banyak orang. Akibat dari banyaknya industri tahu dan tempe, maka limbah hasil proses pengolahan banyak membawa dampak terhadap lingkungan. Limbah dari pengolahan tahu dan tempe mempunyai kadar BOD sekitar 5.000 - 10.000 mg/l, COD 7.000 - 12.000 mg/l.
           Besarnya beban pencemaran yang ditimbulkan menyebabkan gangguan yang cukup serius terutama untuk perairan disekitar industri tahu dan tempe. Teknologi pengolahan limbah tahu tempe yang ada saat ini pada umumnya berupa pengolahan limbah sistem anaerob. Dengan proses biologis anaerob, efisiensi pengolahan hanya sekitar 70-80 %, sehingga air lahannya masih mengandung kadar polutan organik cukup tinggi, serta bau yang ditimbulkan dari sistem anaerob dan tingginya kadar fosfat merupakan masalah yang belum dapat diatasi.
           Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara kombinasi proses biologis anaerob-aerob yakni proses penguraian anaerob dan diikuti dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob. Dengan kombinasi proses tersebut diharapkan konsentrasi COD dalan air olahan yang dihasilkan turun menjadi 60 ppm, sehingga jika dibuang tidaklagi mencemari lingkungan sekitarnya.

TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH TAHU-TEMPE DENGAN SISTEM KOMBINASI BIOFILTER ANAEROB-AEROB
           Salah satu cara untuk mengatasi masalah air limbah industri tahu-tempe tersebut adalah dengan kombinasi proses pengolahan biologis anaerob dan aerob. Secara umum proses pengolahannya dibagi menjadi dua tahap yakni pertama proses penguraian anaerob (Anaerobic digesting), dan yang ke dua proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob. Secara garis besar proses pengolahan air limbah industri tahu dan tempe ditunjukkan seperti pada Gambar 4.
           Air limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu-tempe kumpulkan melalui saluran air limbah, kemudian dilairkan ke bak kontrol untuk memisahkan kotoran padat. Selanjutnya, sambil di bubuhi dengan larutan kapur atau larutan NaOH air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Di dalam bak pengurai anaerob tersebut polutan organik yang ada di dalam air limbah akan diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerob, menghasilkan gas methan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Dengan proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air limbah dapat diturukkan sampai kira-kira 600 ppm (efisiensi pengolahan 90 %). Air olahan tahap awal ini selanjutnya diolah dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter aerob.
           Keunggulan proses anaerobik dibandingkan proses aerobik adalah sebagai berikut (Lettingan et al, 1980; Sahm, 1984; Sterritt dan Lester, 1988; Switzenbaum, 1983) :
Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO2 yang ada sebagai penerima elektron. Proses tersebut tidak membutuhkan oksigen dan pemakaian oksigen dalam proses penguraian limbah akan menambah biaya pengoperasian. Penguraian anaerobik menghasilkan lebih sedikit lumpur (3-20 kali lebih sedikit dari pada proses aerobik), energi yang dihasilkan bakteri anaerobik relatif rendah. Sebagian besar energi didapat dari pemecahan substrat yang ditemukan dalam hasil akhir, yaitu CH4. Dibawah kondisi aerobik 50% dari karbon organik dirubah menjadi biomassa, sedangkan dalam proses anaerobik hanya 5% dari karbon organik yang dirubah menjadi biomassa. Dengan proses anaerobik satu metrik ton COD tinggal 20 - 150 kg biomassa, sedangkan proses aerobik masih tersisa 400 - 600 kg biomassa (Speece, 1983; Switzenbaum, 1983). Proses anaerobik menghasilkan gas yang bermanfaat, metan. Gas metan mengandung sekitar 90% energi dengan nilai kalori 9.000 kkal/m3, dan dapat dibakar ditempat proses penguraian atau untuk menghasilkan listrik. Sedikit energi terbuang menjadi panas (3-5%). Pruduksi metan menurunkan BOD dalam Penguraian lumpur limbah.
Energi untuk penguraian limbah kecil, Penguraian anaerobik cocok untuk limbah industri dengan konsentrasi polutan organik yang tinggi. Memungkinkan untuk diterapkan pada proses Penguraian limbah dalam jumlah besar.
Sistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik (seperti chlorinated aliphatic hydrocarbons seperti trichlorethylene, trihalo-methanes) dan senyawa alami recalcitrant seperti liGnin.
Penguraian satu tahap
           Penguraian anaerobik membutuhkan tangki fermentasi yang besar, memiliki pencampur mekanik yang besar, pemanasan, pengumpul gas, penambahan lumpur, dan keluaran supernatan (Metcalf dan Eddy, 1991). Penguraian lumpur dan pengendapan terjadi secara simultan dalam tangki. Stratifikasi lumpur dan membentuk lapisan berikut dari bawah ke atas : lumpur hasil penguraian, lumpur pengurai aktif, lapisan supernatan (jernih), lapisan buih (skum), dan ruang gas. Hal ini secara umum ditunjukkan seperti pada gambar 5.
Penguraian dua tahap
           Proses ini membutuhkan dua tangki pengurai (reaktor) yakni satu tangki berfungsi mencampur secara terus-menerus dan pemanasan untuk stabilisasi lumpur, sedangkan tangki yang satu lagi untuk pemekatan dan penyimpanan sebelum dibuang ke pembuangan. Proses ini dapat menguraikan senyawa organik dalam jumlah yang lebih besar dan lebih cepat. Secara sederhana proses penguraian anaerob dua tahap dapat ditunjukkan seperti pada gambar 6.
Proses Mikrobiologi di Dalam Penguraian Anaerob
           Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat dalam transformasi senyawa komplek organik menjadi metan. Lebih jauh lagi, terdapat interaksi sinergis antara bermacam-macam kelompok bakteri yang berperan dalam penguraian limbah. Keseluruhan reaksi dapat digambarkan sebagai berikut (Polprasert, 1989):
Senyawa Organik ---> CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S
           Meskipun beberapa jamur (fungi) dan protozoa dapat ditemukan dalam penguraian anaerobik, bakteri bakteri tetap merupakan mikroorganisme yang paling dominan bekerja didalam proses penguraian anaerobik. Sejumlah besar bakteri anaerobik dan fakultatif (seperti :Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus) terlibat.

Terima Kasih Sumber :

http://alanpradikayudha1992.blogspot.com

Minggu, 02 November 2014

MEMBUAT KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT PENAMPUNGAN AMDAL

Setiap harinya, oli/minyak pelumas bekas dihasilkan dari berbagai macam kegiatan antara lain perbengkelan, mesin/alat berat dan kegiatan industri lainnya. Bagi orang awam mungkin bertanya-tanya dikemanakan oli bekas itu? Melihat banyaknya bengkel, yang ada di Provinsi DIY saja bisa terbayangkan berapa jumlah limbah oli bekas yang dihasilkan, belum termasuk oli bekas dari mesin- mesin proses produksi. Sesuai dengan Tabel 1 Lampiran I Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999, pelumas bekas termasuk Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari sumber yang tidak spesifik.Penampungan limbah oli menyisakan efek negatif karena sudah merusak air tanah. Limbah oli bekas  masuk kategori bahan berbahaya beracyn (B3).
"Penampungan oli bekas boleh saja, hanya saja harus ada izin dan analisi dampak lingkungan (AMDAL). Sesuai amdal, tempat penampungan limbah semestinya dilakukan pembetonan untuk lantai, dan pagar beton yang tinggi. Pembetonan lantai agar tumpahan oli tak langsung meresap ke dalam tanah yang berakibat merusak air.
Pengelolaan oli/minyak pelumas bekas tidak bisa dilakukan dengan sembarangan karena sudah jelas disebutkan oli termasuk limbah Bahan Berbahaya Beracun yang tentu saja berbahaya bila terpapar pada makhluk hidup.  Disebutkan dalam Pasal 1 PP Nomor 18 Tahun 1999 bahwa pengelolaan limbah B3, termasuk di dalamnya minyak pelumas bekas adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan limbah B3.  Reduksi limbah B3 merupakan suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3 sebelum dihasilkan dari suatu kegiatan. Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil dan atau pengumpul dan atau pemanfaat dan atau pengolah dan atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara.Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan atau pengolah dan atau penimbun limbah B3.Pengangkutan limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil dan atau ke pengumpul, dan atau dari pemanfaat dan/atau dari pengolah ke pengumpul dan atau ke pemanfaat dan atau ke pengolah dan atau ke penimbun limbah B3. Pemanfaat limbah B3 adalah suatu kegiatan perolehan kembali (recovery) dan atau penggunaan kembali (reuse) dan atau daur ulang (recycle) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk uang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 untuk menghilangkan dan atau mengurangi sifat bahaya dan sifat racun. Penimbunan limbah B3 adalah suatu kegiatan menempatkan limbah B3 pada suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Di samping itu, sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009, tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, bahwa pengelolaan limbah B3 yang meliputi pengangkutan, penyimpanan sementara, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan wajib dilengkapi dengan izin.
Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996. Pada pasal 3 disebutkan persyaratan bangunan bagi pengumpul minyak pelumas bekas :
Memiliki fasilitas untuk penanggulangan terjadinya kebakaran dan peralatan komunikasi.
Konstruksi bangunan disesuaikan dengan karakteristik pelumas bekas.
Lokasi tempat pengumpulan bebas banjir.
Sedangkan persyaratan bangunan pengumpulan:
Lantai harus dibuat kedap terhadap minyak pelumas bekas, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak.
Konstruksi lantai dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1%.
Bangunan harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan minyak pelumas bekas.
Rancang bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap yang dapat mencegah terjadinya tampias air hujan ke dalam tempat penyimpanan atau pengumpulan
Bangunan dapat diberi dinding atau tanpa dinding dan apabila bangunan diberi dinding bahan bangunan dinding dibuat dari bahan yang mudah didobrak.

Gambar 1. Perusahaan Pengumpul Oli Bekas di Kasihan, Bantul, sedang proses izin ke KNLH
Pada kenyataannya, pengelolaan oli bekas belum bisa sesuai dengan PP No 18 Tahun 1999 dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009. Saat ini sudah banyak pengepul/pengumpul oli bekas yang mengumpulkan oli/pelumas bekas dari bengkel-bengkel dan kegiatan industri kecil, namun sebagian besar belum memiliki izin baik izin pengumpulan maupun izin pengangkutan. Kebanyakan pengepul oli ini akan mengirimkan oli yang mereka kumpulkan ke pihak ketiga. Seandainya pihak ketiga ini akan mengolah/memanfaatkan oli bekas tersebut, maka pihak ketiga tersebut harus memiliki izin pemanfaatan.
Berdasarkan PP 38/2007, kewenangan untuk perijinan dan pengendalian oli bekas mulai dari pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan sepenuhnya berada pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup.  Hal ini berarti  pengumpul oli/minyak pelumas bekas di seluruh Indonesia harus mengurus perizinannya di pusat. Kenyataan di lapangan menunjukkan pengumpul oli bekas skala kecil menyatakan keberatan dan kesulitan jika harus mengurus perizinan di Jakarta karena biaya yang dibutuhkan tidak sedikit. Akhirnya  pengumpul oli skala kecil ini memilih tidak usah memiliki izin yang penting kegiatan mereka bisa  tetap berjalan.
Seiring dengan menjamurnya bengkel kendaraan terutama di Provinsi DIY, diperlukan tindakan segera untuk mengantisipasi pencemaran lingkungan akibat oli/minyak pelumas bekas. Limbah oli bekas seharusnya ditampung dalam Tempat Penampungan Sementara  limbah B3 (TPS Limbah B3) sebelum diambil oleh pihak ketiga (pengumpul oli bekas yang berizin). Diharapkan pihak bengkel/penghasil oli bekas juga memiliki komitmen tinggi terhadap lingkungan sehingga ada kesadaran untuk melakukan pengelolaan limbah B3 tersebut. Dan tentunya pihak pemerintah daerah dalam hal ini Badan Lingkungan Hidup  harus mendukung dengan program yang sesuai, misalnya pendampingan/bimbingan teknis pengelolaan limbah oli bekas kepada bengkel-bengkel, bisa dimulai dari bengkel skala besar, baru kemudian dilanjutkan bengkel skala menengah dan skala kecil.

Gambar 2. Tempat sampah di salah satu bengkel mobil besar di DIY sudah dipisahkan menurut jenis sampahnya. Ember berwarna merah khusus untuk limbah B3.

(Gambar2 dokumentasi Subbid Dalcem Air, Tanah dan B3, Tahun 2011)

Terima Kasih Sumber :
www.google.com
http://blh.jogjaprov.go.id/2012/07/pengelolaan-oliminyak-pelumas-bekas/

METODE PEMILIHAN DALAM AMDAL

Proses pelingkupan AMDAL adalah suatu proses awal yang dilakukan untuk menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji didalam AMDAL, dimana ruang lingkup tersebut dibatasi pada hal-hal yang bersifat penting saja.
Prosedur AMDAL terdiri dari:
1. Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
2. Proses pengumuman
3. Proses pelingkupan (scopping)
4. Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
5. Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
1. Proses Penapisan
Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. Di Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan satu langkah.
Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara LH Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL.
Proses penapisan disebut proses seleksi wajib AMDAL adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.
Penapisan mempunyai ttujuan untuk memilih rencana pembangunan mana yang harus dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan. Langkah ini sangatlah penting bagi pemrakarsa untuk dapat mengetahui apakah proyeknya akan terkena AMDAL sebelum proyek berjalan. Hal ini berkenaan dengan perencanaan biaya dan waktu.
Seperti yang terdapat pada pasal 16 undang-undang No. 4 tahun 1982, hanya rencana proyek yang diprakirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan saja yang diwajibkan untuk dilengkapi dengan AMDAL. Dengan adanya penapisan ini diharapkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan tidak akan mengakibatkan bertambahnya waktu, tenaga dan biaya yang berlebihan yang diperlukan untuk pembangunan.
Dalam garis besarnya, metode penapisan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu metode bertahap dan metode satu langkah.
1.Metode Penapisan Bertahap
Dalam metode ini penapisan dilakukan secara bertahap dalam beberapa langkah secara berurutan. Penapisan menurut PP 29 tahun 1986, terdiri atas 2 langkah.
Pertama dengan daftar dan kedua dengan PIL. Pada umumnya penapisan hanya terdiri atas 2 atau 3 langkah saja. Dalam melakukan tugasnya, pejabat yang berwenang menapis berdasarkan kriteria yang eksplisit atau implicit dan memasukkan usulan proyek ke dalam salah satu dari tiga kelompok.

2. Metode Penapisan 1 Langkah
Penapisan dapat didasarkan pada kriteria eksplisit berupa daftar yang berisi jenis proyek yang tanpa keraguan akan menyebabkan dampak penting. Oleh karena dampak tidak saja ditentukan oleh jenisnya proyek, melainkan juga oleh sifat lingkungan, daftar tersebut dilengkapi dengan bagian yang memuat lingkungan yang rentan. Proyek dalam daftar ini atau proyek yang berlokasi dalam daerah rentan diharuskan melakukan AMDAL.
Metode penapisan satu langkah ini adalah metode penapisan yang digunakan oleh Indonesia. Metode dengan daftar positif sangat sederhana. Pemerintah membuat daftar proyek yang harus dikenakan AMDAL. Daftar ini digunakan sebagai kriteria penapisan, yang ada dalam daftar harus membuat AMDAL dan yang tidak ada dalam daftar tidak perlu membuat AMDAL. Karena metode ini sederhana dan mudah, maka hasilnya dapat dicapai dengan cepat dan konsisten. Metode penapisan satu langkah ini memerlukan birokrasi yang pendek. Jumlah tenaga yang diperlukan dapat dibatasi, persyaratan tingkat pendidikan dan pengalaman juga tidak tinggi. Ini sangat penting untuk Indonesia, terutama di daerah. Metode ini tidak menambah ekonomi biaya tinggi.



2.  Proses Pengumuman
Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib mengumumkan rencana kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan penyusunan AMDAL. Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa kegiatan.
Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian saran, pendapat dan tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.
3. Proses Pelingkupan
Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan rencana kegiatan.
Tujuan pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi, mengidentifikasi dampak penting terhadap Iingkungan, menetapkan tingkat kedalaman studi, menetapkan lingkup studi, menelaah kegiatan lain yang terkait dengan rencana kegiatan yang dikaji. Hasil akhir dan proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL. Saran dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.

4. Proses penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
Setelah KA-ANDAL selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
5. Proses penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

Terima Kasih Sumber :
www.google.com
http://epzna.blogspot.com

http://amdal-puucho.blogspot.com